Minggu, 17 Juli 2011

Catatan Gladikarya (Serie 7)


Gladikarya
Hari kedua puluh dua
Manajemen Rantai Pasok (SCM) bagi Petani


Manajemen Rantai Pasok atau Supply Chain Management (SCM) merupakan model terbaru didalam mengintegrasikan setiap unit produksi didalam sistem produksi. Model menjadi kajian menarik didalam menyediakan input produksi secara tepat (waktu, kualitas, kuantitas, dan tempat) hingga produ dapat disajikan dengan baik di tengah masyarakat. Secara sepintas, tidak ada perbedaan yang sangat besar diantara Manajemen Rantai Pasok dengan Sistem Agribisnisn yang kita pelajari selama ini.

Seperti halnya Sistem Agribisnis, manajemen rantai pasok atau yang lebih dikenal dengan SCM menyajikan integrasi yang kuat diantara para pelaku. Informasi pasar mampu menjadi patokan didalam kebijakan unit produksi lainnya didalam rantai pasok tersebut. Oleh karena itu, informasi merupakan syarat didalam terlaksananya manajemen rantai pasok yang baik.

Informasi berupa permintaan konsumen merupakan sinyal pertama didalam penentuan kebijakan unit produksi yang harus disampaikan distributor kepada pelaku pengolahan produk. Apabila kita ibaratkan hal tersebut ada didalam usaha pertanian, informasi distributor kepada unit pengolahan akan berdampak pula pada bidang usahatani (onfarm). Pada akhirnya perubahan tersebut pun akan mempengaruhi penyedia input.

Melalui tulisan ini, saya akan mengilustrasikan pentingnya informasi didalam kemitraan. Model ini mungkin bukan contoh langsung dari aplikasi manajemen rantai pasok, akan tetapi akan menunjukan pentingnya informasi dan akan sangat terasa penting bila diaplikasikan sistem manajemen rantai pasok.

Pengalaman ini di ambil dari kisah nyata sorang petani muda di Bandung. Pak Tufodil merupakan salah satu petani muda yang bekerja keras didalam bisnisnya yaitu dibidang usahatani (on farm). Mas fadil (nama panggilan) merupakan lulusan salah satu universitas di Sumedang ini hampir selalu mencoba berbagai jenia usahatani seperti sayuran hingga saat stabil di bidang jamur tiram. Beliau menceritakan kepada kami betapa pentingnya informasi bagi petani.

Beberapa tahun yang lalu mas fadil berbudidaya kentang atlantis yang merupakan salah satu bahan baku industri. Beliau menjual hasil produknya ke Semarang yang merupakan pabrik pusat snack barbahan baku kentang tersebut. Budidaya dilakukan dengan baik dan hasil produksinya memiliki kontrak dengan perusahaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan kapasitas pabrik.

Budidaya berjalan dengan baik dan menghasilkan kentang dengan kualitas yang menjanjikan. Ukuran kentang yang dihasilkan bahkan berukuran dengan rata-rata sangat besar, bahkan berukuran sebesar kopiah yang digunakan ketika shalat. Hasil yang cukup menjanjikan, mengingat kualitas dan kuantitas yang cukup besar menurut beliau sebagai petani. Penuh rasa percaya diri dari hasil yang dicapai, mas fadil membawa empat truk kentang tersebut ke pabrik yang berada di kota Semarang Jawa Tengah.

Perjalanan telah dilaksanakan, namun menghasilkan kekecewaan. Kentang dengan rata-rata ukuran diluar ukuran kentang lokal tersebut ditolak masuk ke pabrik dengan alasan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Beliau dengan melihat kondisi kentang yang berkualitas baik dan memiliki ukuran yang cukup besar merasa kebingungan dengan bentuk penolakan tersebut. Akhirnya beliau meminta penjelasan jebiih jauh.

Beliau akhirnya diajak ke pabrik pengolahan makanan ringan berbahan baku kentang tersebut. Kentang dengan ukuran yang cukup baik tersebut ternyata masuk dan mampu mengikuti proses pengolahan yang dilakukan mesin. Setiap tahan dapat dilalui dengan baik seperti pencucian hingga pada pemotongan. Ternyata pada saat pemotongan, kentang atlantis yang berukuran besar tersebut kosong pada bagian dalamnya bila dipotong melintang. Tentu nilai dari kentang tersebut tidak bisa masuk kedalam klasifikasi kentang yang dicari. Bahkan, kentang yang bolong tersebut pada saat pencobaan penggorengan ternyata menyebabkan kegosongan dibandingkan dengan kentang yang lainnya.

Hal ini terjadi disebabkan tidak adanya informasi yang jelas bagi petani mengenai klasifikasi yang dibutuhkan oleh unit pengolahan. Klasifikasi yang dibutuhkan seperti ukuran tidak pernah diperoleh petani. Apabila hal ini terus terjadi, maka kedua pihak tersebut akan menanggung kerugian yang sangat berdampak. Industri pengolahan mengalami kerugian didalam persediaan kentang yang dibutuhkan. Seperti kita ketahui bahwa kapasita pabrik memiliki kapasitas yang sangat besar untuk dipenuhi setiap harinya. Apabila kapasitas tersebut tidak dipenuhi, maka merupakan sebuah biaya bagi perusahaan.

Kerugian terbesar tentu diderita oleh petani. Jumlah panen yang dihaslikan dan merupakan kerja keras selama beberapa waktu pada akhirnya tidak memiliki nilai di pasar. Petani tentu merasa dipermainkan. Pada akhirnya kentang tersebut dijual di pasar tradisional dengan harga yang rendah. Hal tersebut merupakan cara terakhir yang ditempuh walaupun sangat merugikan karena di jual di bawah harga standar.
Hal ini seharusnya tidak terjadi apabila terjadinya aliran informasi yang baik dari konsumen kepada produsen. Industri sebagai pengguna hasil produksi harus memberitahukan secara baik klasifikasi yang memang dibutuhkan. Informasi tersebut pada akhirnya menentukan kebijakan petani sebagai penyedia input industri tersebut didalam penyediaan kantang. Informasi dapat dilihat pada kasus ini merupakan kunci didalam menjalin kerjasama. Oleh karena itu, tidak salah apabila informasi menjadi ciri utama didalam Manajemen Rantai Pasok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar