Sabtu, 09 Juli 2011

Catatan Gladikarya (Serie 6)


GLADIKARYA
Hari ke sebelas.
Coretan Gladikarya

Gladikarya merupakan kegiatan mahasiswa Departemen Agribisnis didalam mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya di tengah masyarakat. Segala kemampuan mahasiswa yang diperoleh dikelas akan diuji ditengah masyarakat, dan tentunya kegiatan ini akan menunjukan kemampuan mahasiswa didalam bermasyarakat. Kita sama ketahui, bahwa lingkungan dunia akademik kadang sangat jauh berbeda dengan kondisi real di masyarakat. Kegiatan Gladikarya memiliki bobot 3 SKS dan wajib diambil oleh seluruh mahasiswa Departemen Agribisnis.

Dalam kegiatan sebelas hari yang telah saya lewati, terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik dan akan berguna di kehidupan pasca kampus. Poin terpenting yang saya ambil adalah bahwa idealisme tidak selalu berlaku di kondisi kehidupan. Apa yang kita rencanakan dengan baik, kadang mengalami perubahan yang harus kita lakukan. Apa yang kita pikirkan, kadang akan bersinggungan dengan orang lain. Nilai budaya, kepercayaan, moral, dan rasa hormat menjadi faktor yang harus selalu diperhatikan.

Pendekatan yang dilakukan terhadap objek program gladikarya harus menjadi perhatian. Jadwal telah disusun dan lokakarya telah dilaksanakan, akan tetapi bukan berarti itu merupakan hal fixed yang akan dilaksanakan. Rencana tersebut harus kita patuhi apabila telah disusun, akan tetapi bukan merupakan satu kekakuan didalam pelaksanaan. Nilai-nilai harus diperhatikan. Deadline yang biasa kita terapkan secara disiplin di dunia kampus, kadang tidak mempan didalam kehidupan.
Saya tidak mengbenarkan pengingkaran terhadap jadwal yang telah kita buat sendiri. Akan tetapi ketika akan kita sampaikan, kadang harus melihat realita yang terjadi. Pelajaran penting lainnya dari mahasiswa yang terjun di masyarakat adalah kemampuan membaca situasi. Kadang responden atau objek program belum tentu siap dengan apa yang akan kita sampaikan. Kesalahan waktu penyampaian dikhawatirkan merusak image kita didepan objek program. Kesalahan tersebut sangat dikhawatirkan akan menyebabkan keenganan dan sikap menghindar dari calon peserta /objek program.

Kebijakan dan dunia nyata
Kasus tersebut didunia nyata kadang terjadi. Pembuat kebijakan dengan gagah dan penuh analisi menentukan program bagi masyarakat. Riset dilakukan dengan baik ataupun berdasarkan pesanan. Kebijakan-kebijakan pemerintah dengan segala alasan yang luar biasa dan ekspektasi yang hebat kadang mentah apabila telah turun di masyarakat. Pembuat kebijakan merupakan orang pintar bahkan cerdas. Akan tetapi pembuat kebijakan kadang terlalu kaku dengan patron ataupun aturan-aturan yang dibuatnya sendiri. Hal tersebut yang menyebabkan mereka kadang lupa mengkaji aspek psikologis.

Studi kasus tersebut dapat kita lihat pada pelaksanaan Raskin (beras miskin) dan Ujian Nasional (UN) di Indonesia . Dua kebijakan tersebut dibuat dengan mekanisme yang luar biasa bagus dan memiliki tujuan mulia. Raskin diupayakan untuk diberikan kepada masyarakat miskin dengan tepat sasaran guna menjamin akses terhadap pangan. Ujian Nasional merupakan kebijakan Pemerintah didalam meningkatkan standar pendidikan masyarakat.

RASKIN
Beras miskin adalah beras yang diperuntukan untuk masyarakat miskin yang dikeluarkan pemerintah guna menjamin ketahanan pangan masyarakat kurang beruntung. Pemerintah dengan kebijakannya bermaksud baik dengan menyebar dihampir seluruh desa dan kota di seluruh Indonesia. Dari beberapa sumber dikatakan bahwa harga yang tetapkan sebesar Rp 1.600,00 dengan ketentuan setiap kepala keluarga diberikan sebesar 20 kilogram. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah yang terjadi di masyarakat.
Masalah pertama adalah adanya peningkatan harga beras ketika sampai di tangan masyarakat miskin tersebut. Harga kadang jauh dari patokan yang ditentukan dan tidak didistribusikan seperti seharusnya. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang belum memikirkan sampai di akar masyarakat.
Peningkatan harga bila dicermati disebabkan oleh dua hal. Hal pertama adalah pemerintah tidak menjamin biaya distribusi hingga di keluarga miskin. Pemerintah hanya member biaya distribusi hingga kantor kecamatan di masing-masing daerah. Padahal apabila kita lihat lagi, beras tersebut perlu redistribusi ke tingkat desa hinga rumah tangga. Perlu biaya lagi yang terdiri dari transportasi yaitu biaya kendaraan maupun buruh angkut. Sejauh ini belum ada perhatian pemerintah akan hal tersebut. Penyebab kedua adalah moral hazard dari pelaksana di akar rumput akibat hal pertama yang tidak terpenuhi. Tidak adanya biaya distribusi mengakibatkan aparat desa mampu dengan sewenang- wenang menentukan harga yang memberatkan dengan alibi tidak adanya biaya pendistribusian. Hal tersebut yang mengakibatkan terjadinya penyelewengan.

Selain itu, hak warga miskin untuk memperoleh Raskin sebanyak 20 kilogram kadang tidak bisa dilakukan. Hal ini tidak hanya disebabkan penyelewengan yang terjadi, melainkan realita yang ada. Pendistribusian Raskin yang tidak menentu menyebabkan keluarga yang berhak tidak mampu membeli sebanyak seharusnya. Kadang masyarakat hanya mampu 5 kilogram yang jauh dari haknya sebesar 20 kilogram. Disamping itu, aparat pemerintah desa harus secepatnya menjual guna mampu membayar raskin yang didistribusikan. Hal tersebut yang menyebabkan penjualan dilakukan kesiapa saja bahkan ke pihak yang tidak berhak. Terdapat banyak koreksi yang harus menjadi evaluasi kedepan. Masalah kualitas, mekanisme dan penyelewengan lainnya terlalu banyak dan harus segera ditinjau.

Ujian Nasional (UN)
Ujian nasional yang dilakukan di seluruh Indonesia merupakan salah satu terobosan didalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sesuai dengan fitrahnya bahwa kenaikan tingkatan harus dibarengi dengan satu bentuk ujian. Ujian diharapkan mampu menjadi salah satu bentuk evaluasi didalam meningkatkan kualitas yang diharapkan. Sayang sekali, di negara ini ujian nasional merupakan mimpi buruk yang kadang meninggalkan trauma bagi sebagian siswa di Indonesia.
Standarisasi yang ingin pemerintah lakukan di seluruh Indonesia sejauh ini belum dapat dilakukan. Indonesia dengan jumlah sekitar 17.000 pulau belum mampu memberikan kualitas pendidikan dengan standar yang sama diseluruh pelosok negeri. Tidak adil apabila kita meratakan standar kelulusan diantara siswa yang belajar di Jakarta dengan siswa yang berangkat kesekolah tanpa alas kaki di salah satu pulau terluar Indonesia. Satu bentuk kebodohan apabila kita melakukan standar yang sama dengan siswa di kota besar yang akrab dengan akses informasi melalui internet dengan siswa yang bersekolah di pulau yang bisa diakses dengan kapal boat selama 7 jam.

Efek kebijakan yang baik namun tidak tepat tersebut memberikan dampak yang sistemik bagi kementalan sebagian besar masyarakat Indonesia. Beberapa waktu lalu kita melihat pengusiran pengungkap contek masal di Jawa timur. Salah satu bentuk kejujuran dicoba diredam guna kepentingan sesaat oleh sebagian besar masyarakat. Kecurangan yang tentu tidak terpuji dibiarkan dan dianggap biasa guna meluluskan sebagian besar lainnya. Kasus contek atau kebocoran soal telah mejadi rahasia umum. Ujian nasional pada akhirnya mengajarkan sikap siswa yang ingin memperoleh hal instan tanpa berusaha lebih baik ataupun sikap menghalalkan segala cara. Tidak salah bahwa di masa depan bangsa ini akan dipimpin oleh koruptor-koruptor cilik lainnya.

Kebijakan pemerintah pada intinya bertujuan untuk mengsejahterakan masyarakat. Tidak bisa kita tampikan kebaikan pemerintah didalam penentuan kebijakannya. Apabila kita melihat dari fitrah kebijakan, kebijakan merupakan sebuah perubahan. Dan didalam hukumnya, sebuah perubahan akan menghasilkan pihak yang dirugikan dari perubahan tersebut. Yang harus dilakukan pemerintah adalah menekan kerugian yang terjadi dengan meningkatkan benefit bagi masyarakat luas.
Pelajaran yang bisa kita petik adalah sehebat apapun teori yang kita siapkan akan tidak selalu sesuai dengan kenyataan dilapangan. Kecermatan berpikir dan perpaduan dengan kondisi lapangan yang meliputi nilai-nilai dimasyarakat harus dipadukan. Asumsi bisa dibangun dengan fondasi kenyataan dilapangan, bukan merupakan ekspektasi semata. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar