Selasa, 26 Juli 2011

Catatan Gladikarya (Serie 8)


Gladikarya
Hari ketiga puluh
Peternakan susu perah Kampung Cibolang Kertawangi

Pada tulisan terdahulu telah disampaikan tentang potensi yang dimiliki kampung Cibolang meliputi karakteristik dan sumberdaya yang dimiliki. Jalan pagi yang dilakukan di hari ke-30, telah memperlihat secara langsung peternakan susu yang diolah secara tradisional oleh masyarakat Kampung Cibolang. Kampung Cibolang dan segala potensinya sejauh ini masih membutuhkan bimbingan dari pihak-pihak terkait didalam meningkatkan produksi dan mencapai tingkat efisiensi. Tulisan ini dibuat hanya sebagai pendapat pribadi yang dilihat secara observasi di Masyarakat.

Pagi di hari ke-30, saya menyempatkan mengunjungi kandang yang di miliki pak Suyatno. Beliau adalah peternak sapi perah kampung Cibolang dengan jumlah 17 ekor sapi, namun hanya 10 ekor yang dapat diperah karena yang lainnya dalam masa bunting dan merupakan sapi jantan. Setiap pagi, susu yang hasilkan berkisar pada rataan 80 liter dan sore hari mencapai 40 liter. Sehingga dapat di lihat total rata-rata perhari susu yang dihasilkan mencapai 120 liter yang diperhari dari 10 ekor sapi. Sehingga dapat dilihat bahwa rata-rata yang dihasilkan per ekor mencapai 12 liter per hari.

Produktivitas susu perah kampung Cibolang yang mencapai 12 liter per ekor menunjukan potensi yang masih bisa ditingkatkan dengan baik apabila dapat ditangani dengan tepat. Pakan yang diberikan terlihat seadanya dimana pohon pisang menjadi salah satu pakan dominan yang ada. Sedangkan hijauan terlihat komposisinya sangat kurang berikut juga seperti konsentrat. Akan tetapi dari segi ketersediaan air sangat melimpah sehingga terpenuhi kebutuhannya.

Kondisi pakan yang kurang baik menurut saya sepintas disebabkan mutu pakan yang kurang baik. Hijauan dan konsentrat yang kurang dari kebutuhan menyebabkan kualitas yang tidak terlalu baik. Memang terlihat bahwa tidak terlihat lahan di sekitas kampung cibolang yang membudidayakan rumput gajah yang merupakan salah satu hijauan yang sering digunakan. Sebagian besar hijauan berasal gulma kebun. Bahkan setiap harinya hanya terlihat pengangkutan pohon pisang yang telah ditebang yang memang ditujukan sebagai pakan ternak. Padahal kita tahu bahwa penggunaan pohon pisang sebagai pakan akan mengakibatkan kualitas susu yang kurang baik, dimana kandungan air akan berlebih dari susu yang dihasilkan.

Kondisi realita pertanian di Indonesia sebagian besar menunjukan cerita yang sama dengan beragam versi yang berbeda. Ciri khas yang ditampilkan adalah usaha dilakukan dalam skala kecil bahkan subsisten, dilakukan secara tradisional, pelaku rata-rata hanya lulusan sekolah dasar dan di dominasi oleh orang tua. Hal tersebut pun terlihat di kampung ini. Ternak yang dimiliki rata-rata hanya 2-3 ekor per usaha ternak (bahkan ada yang hanya 1 ekor), dilakukan dengan sangat tradisional (kandang tidak layak seperti didepan rumah dan pakan yang terkesan asal-asalan), berpendidikan rendah, dan didominasi oleh orang tua.

Gladikarya mengajarkan kepada saya bahwa realita pertanian di Indonesia sungguh membutuhkan perjalanan yang dipercepat guna tercapainya kesehteraan bangsa. Pertanian sebagai base sector didalam pembangunan bangsa sejauh ini telah terabaikan pengelolaannya. Di butuhkan “petani muda”, yaitu sarjana pertanian, peternakan, perikanan maupun kehutanan yang terjun ke masyarakat sehingga pertanian Indonesia akan terarah dengan baik dan mampu mengejar ketertinggalan yang telah lama terjadi. Ayo sarjana!!!, mari membangun desa.

Rabu, 20 Juli 2011

RUU Pemilu dan Harapan




Jika tidak mundur lagi dari jadwal, draf perubahan atas undang-undang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD akan disahkan pada rapat paripurna pekan ini. Pembahasan di Badan Legislasi DPR mencuatkan perdebatan panjang mengenai ambang batas parlemen (Kompas, 18 Juli 2011).

Sepenggal paragraf diatas merupakan kalimat pembuka dari sebuah artikel yang berjudul “RUU Pemilu : Baru Pertempuran Awal…”. Artikel tersebut menarik dengan menunjukan bagaimana sebuah partai politik mencoba menjaga eksistensinya di parlemen. Artikel tersebut menbahas bagaimana ambang batas parlemen mampu menenggelamkan sebuah partai untuk tetap ada di jajaran kekuasaan.

Sejauh ini terdapat dua pendapat di tingkat DPR mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yaitu peningkatan secara bertahap hingga 3 persen saja dan peningkatan yang signifikan hingga 5 persen. Kedua argumen tersebut muncul dari partai menengah yang menjaga eksistensinya dan partai besar yang ingin menjaga kestabilannya.

Partai menengah mempertahankan batas hingga 3 persen bermaksud untuk menjaga aspirasi masyarakat agar tersampaikan di parlemen. Setidaknya terpenuhi amanat UUD 1945 mengenai Hak asasi manusia yang didalamnya kebebasan penyampaian pendapat dan berpolitik. Didalam parlemen terdapat berbagai warna sebagai sebuah wujud keragaman didalam membangun bangsa. Jumlah partai tidak akan jauh dengan saat ini atau hanya berjumlah 5-8 partai.

Kelemahan dari penetapan ambang sebesar 3 persen adaalah pelaksanaan pemerintahan yang berjalan tidak stabil. Jumlah partai yang terlalu banyak berbanding terbalik dengan banyaknya kepentingan di legislatif dan pada akhirnya berdampak pada pemerintah. Pemerintah akan sibuk mengurus perang kepentingan, sehingga pada akhirnya sulit mencapai kesejahteraan bagi masyarakat. Hal ini telah terbukti pada pemerintahan 2009-2014 yang di pimpin Bapak SBY. Terbentuknya Sekretariat gabungan merupakan bukti tidak stabilnya pemerintahan dan tempat berkumpulnya beberapa kepentingan. Pada akhirnya tugas legislatif melemah dengan negosiasi politik yang berkiblat kepada kepentingan.

Tawaran kedua adalah peningkatan Parliamentary threshold yang mencapai 5 persen. Hal tersebut diperkirakan pada akhirnya akan menyisakan 2-5 partai politik. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tentu tidak akan ada di parlemen apabila kebijakan ini diberlakukan pada 2009, sedangkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pun dalam kondisi genting. Jumlah partai yang lebih sedikit pada akhirnya akan meningkatkan konsentrasi pemerintah didalam menjalankan kebijakannya. Partai akan menunjukan karakternya dan berlomba didalam mensejahtrakan masyarakat, karena ketidak berpihakan kebijakan akan berdampak ditinggalkannya partai oleh pemilik suara. Selain itu, tidak akan berdirinya partai asal-asalan guna ikut serta di pemilu. Partai yang bertahan adalah partai yang memiliki idiologi yang kuat dan memiliki visi yang baik.

Kelemahan dari kebijakan ini adalah akan hilangnya suara rakyat apabila memilih partai yang tidak lolos ambang batas. Partai baru akan sulit hidup sehingga menghambat masyarakat didalam menyampaikan aspirasi apabila partai yang ada belum mampu memberikan celah yang sesuai dengan aspirasi yang ingin disampaikan. Dengan kebijakan ini, seakan-akan kebebasan berpendapat dan berpolitik dihambat secara sistematik namun belum tentu melanggar Undang-undang Dasar negara.

RUU Pemilu dan harapan
Perang kepentingan didalam pembahasan RUU Pemilu diperkirakan akan berlarut-larut. Kubu dengan kemungkinan memperoleh suara yang kecil akan setengah mati memperjuangkan pembatasan maksimal hanya 3 persen. Rancangan undang-undang tersebut akan menghambat kinerja Anggota DPR pada akhirnya.

Apabila melihat kondisi yang terjadi, saya sebagai mahasiswa mengharapkan segala pihak untuk mampu mengfokuskan kepada kesejahteraan masyarakat yang semakin diabaikan. Bangsa ini tidak memiliki waktu banyak didalam mengubah masa depan sebagian besar masyarakatnya. Sudah seharusnya setiap pihak melepaskan kepentingan sesaat, yang pada akhirnya akan menenggelamkan bangsa ini.

Saya berpendapat sudah saatnya Parliamentary threshold ditingkatkan hingga mendekati 10 persen, bahkan lebih dari itu. Sudah saatnya maksimal hanya ada tiga partai politik di Indonesia. Hal tersebut guna menghasilkan pemerintahan yang stabil dan terjadinya hubungan yang saling melengkapi diantara pemerintah dan parlemen. Indonesia dengan sistem presidensilnya harus mampu melaksanakan pemerintahan yang baik dengan parlemen sebagai penyeimbang dan tidak hanya alat “stempel” pemerintah.

Kebijakan ini pada akhirnya akan menunjukan partai mana yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat didalam mencapai kesejahteraan. Partai akan menunjukan karakternya dan berlomba didalam menyampaikan program. Tidak ada partai abu-abu yang bersifat oportunis didalam jual beli kepentingan. Tidak ada lagi sekretariat gabungan sebagai pasar jual beli kepentingan. Setiap kebijakan akan saling mengkoreksi didalam mencapai ketepatan. Pada akhirnya, akan terjadi kompetisi yang sehat didalam peningkatan kesejahteraan rakyat dan partai dengan visi terbaik yang akan memimpin rakyatnya didalam mencapi kemakmuran dan kesejahteraan.

Minggu, 17 Juli 2011

Catatan Gladikarya (Serie 7)


Gladikarya
Hari kedua puluh dua
Manajemen Rantai Pasok (SCM) bagi Petani


Manajemen Rantai Pasok atau Supply Chain Management (SCM) merupakan model terbaru didalam mengintegrasikan setiap unit produksi didalam sistem produksi. Model menjadi kajian menarik didalam menyediakan input produksi secara tepat (waktu, kualitas, kuantitas, dan tempat) hingga produ dapat disajikan dengan baik di tengah masyarakat. Secara sepintas, tidak ada perbedaan yang sangat besar diantara Manajemen Rantai Pasok dengan Sistem Agribisnisn yang kita pelajari selama ini.

Seperti halnya Sistem Agribisnis, manajemen rantai pasok atau yang lebih dikenal dengan SCM menyajikan integrasi yang kuat diantara para pelaku. Informasi pasar mampu menjadi patokan didalam kebijakan unit produksi lainnya didalam rantai pasok tersebut. Oleh karena itu, informasi merupakan syarat didalam terlaksananya manajemen rantai pasok yang baik.

Informasi berupa permintaan konsumen merupakan sinyal pertama didalam penentuan kebijakan unit produksi yang harus disampaikan distributor kepada pelaku pengolahan produk. Apabila kita ibaratkan hal tersebut ada didalam usaha pertanian, informasi distributor kepada unit pengolahan akan berdampak pula pada bidang usahatani (onfarm). Pada akhirnya perubahan tersebut pun akan mempengaruhi penyedia input.

Melalui tulisan ini, saya akan mengilustrasikan pentingnya informasi didalam kemitraan. Model ini mungkin bukan contoh langsung dari aplikasi manajemen rantai pasok, akan tetapi akan menunjukan pentingnya informasi dan akan sangat terasa penting bila diaplikasikan sistem manajemen rantai pasok.

Pengalaman ini di ambil dari kisah nyata sorang petani muda di Bandung. Pak Tufodil merupakan salah satu petani muda yang bekerja keras didalam bisnisnya yaitu dibidang usahatani (on farm). Mas fadil (nama panggilan) merupakan lulusan salah satu universitas di Sumedang ini hampir selalu mencoba berbagai jenia usahatani seperti sayuran hingga saat stabil di bidang jamur tiram. Beliau menceritakan kepada kami betapa pentingnya informasi bagi petani.

Beberapa tahun yang lalu mas fadil berbudidaya kentang atlantis yang merupakan salah satu bahan baku industri. Beliau menjual hasil produknya ke Semarang yang merupakan pabrik pusat snack barbahan baku kentang tersebut. Budidaya dilakukan dengan baik dan hasil produksinya memiliki kontrak dengan perusahaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan kapasitas pabrik.

Budidaya berjalan dengan baik dan menghasilkan kentang dengan kualitas yang menjanjikan. Ukuran kentang yang dihasilkan bahkan berukuran dengan rata-rata sangat besar, bahkan berukuran sebesar kopiah yang digunakan ketika shalat. Hasil yang cukup menjanjikan, mengingat kualitas dan kuantitas yang cukup besar menurut beliau sebagai petani. Penuh rasa percaya diri dari hasil yang dicapai, mas fadil membawa empat truk kentang tersebut ke pabrik yang berada di kota Semarang Jawa Tengah.

Perjalanan telah dilaksanakan, namun menghasilkan kekecewaan. Kentang dengan rata-rata ukuran diluar ukuran kentang lokal tersebut ditolak masuk ke pabrik dengan alasan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Beliau dengan melihat kondisi kentang yang berkualitas baik dan memiliki ukuran yang cukup besar merasa kebingungan dengan bentuk penolakan tersebut. Akhirnya beliau meminta penjelasan jebiih jauh.

Beliau akhirnya diajak ke pabrik pengolahan makanan ringan berbahan baku kentang tersebut. Kentang dengan ukuran yang cukup baik tersebut ternyata masuk dan mampu mengikuti proses pengolahan yang dilakukan mesin. Setiap tahan dapat dilalui dengan baik seperti pencucian hingga pada pemotongan. Ternyata pada saat pemotongan, kentang atlantis yang berukuran besar tersebut kosong pada bagian dalamnya bila dipotong melintang. Tentu nilai dari kentang tersebut tidak bisa masuk kedalam klasifikasi kentang yang dicari. Bahkan, kentang yang bolong tersebut pada saat pencobaan penggorengan ternyata menyebabkan kegosongan dibandingkan dengan kentang yang lainnya.

Hal ini terjadi disebabkan tidak adanya informasi yang jelas bagi petani mengenai klasifikasi yang dibutuhkan oleh unit pengolahan. Klasifikasi yang dibutuhkan seperti ukuran tidak pernah diperoleh petani. Apabila hal ini terus terjadi, maka kedua pihak tersebut akan menanggung kerugian yang sangat berdampak. Industri pengolahan mengalami kerugian didalam persediaan kentang yang dibutuhkan. Seperti kita ketahui bahwa kapasita pabrik memiliki kapasitas yang sangat besar untuk dipenuhi setiap harinya. Apabila kapasitas tersebut tidak dipenuhi, maka merupakan sebuah biaya bagi perusahaan.

Kerugian terbesar tentu diderita oleh petani. Jumlah panen yang dihaslikan dan merupakan kerja keras selama beberapa waktu pada akhirnya tidak memiliki nilai di pasar. Petani tentu merasa dipermainkan. Pada akhirnya kentang tersebut dijual di pasar tradisional dengan harga yang rendah. Hal tersebut merupakan cara terakhir yang ditempuh walaupun sangat merugikan karena di jual di bawah harga standar.
Hal ini seharusnya tidak terjadi apabila terjadinya aliran informasi yang baik dari konsumen kepada produsen. Industri sebagai pengguna hasil produksi harus memberitahukan secara baik klasifikasi yang memang dibutuhkan. Informasi tersebut pada akhirnya menentukan kebijakan petani sebagai penyedia input industri tersebut didalam penyediaan kantang. Informasi dapat dilihat pada kasus ini merupakan kunci didalam menjalin kerjasama. Oleh karena itu, tidak salah apabila informasi menjadi ciri utama didalam Manajemen Rantai Pasok.

Jumat, 15 Juli 2011

Kuingat Dulu

Kau tegakan tubuhku ketika terpuruk bersama.
Kuatkan hati remuk redam dalam kebinasaan.
Kuingat, kau peluk aku dan mengangkatku ke ujung tertinggi.
Kita ditinggalkan tapi kita tidak untuk tertinggal.

Titik air dari mata ini.
Kau kuatkan dengan senyuman keras dalam hidup.
Mungkin kau memang tidak lembut seperti dulu.
Kuingat, dalam hari ditempa diriku.
Kita dihanyutkan tapi tidak untuk terhanyut.

Titik tangga kepedihan hidup kau bilang akan kita lewati.
Kau dengan kesederhanaan hati membimbing jalan panjang yang terlewati.
Cengkraman tanganmu mungkin tidak sehangat dahulu.
Kuingat, Dalam lelah kita selalu berdoa.
Kita dibuang tapi tidak untuk terbuang

Sabtu, 09 Juli 2011

Catatan Gladikarya (Serie 6)


GLADIKARYA
Hari ke sebelas.
Coretan Gladikarya

Gladikarya merupakan kegiatan mahasiswa Departemen Agribisnis didalam mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya di tengah masyarakat. Segala kemampuan mahasiswa yang diperoleh dikelas akan diuji ditengah masyarakat, dan tentunya kegiatan ini akan menunjukan kemampuan mahasiswa didalam bermasyarakat. Kita sama ketahui, bahwa lingkungan dunia akademik kadang sangat jauh berbeda dengan kondisi real di masyarakat. Kegiatan Gladikarya memiliki bobot 3 SKS dan wajib diambil oleh seluruh mahasiswa Departemen Agribisnis.

Dalam kegiatan sebelas hari yang telah saya lewati, terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik dan akan berguna di kehidupan pasca kampus. Poin terpenting yang saya ambil adalah bahwa idealisme tidak selalu berlaku di kondisi kehidupan. Apa yang kita rencanakan dengan baik, kadang mengalami perubahan yang harus kita lakukan. Apa yang kita pikirkan, kadang akan bersinggungan dengan orang lain. Nilai budaya, kepercayaan, moral, dan rasa hormat menjadi faktor yang harus selalu diperhatikan.

Pendekatan yang dilakukan terhadap objek program gladikarya harus menjadi perhatian. Jadwal telah disusun dan lokakarya telah dilaksanakan, akan tetapi bukan berarti itu merupakan hal fixed yang akan dilaksanakan. Rencana tersebut harus kita patuhi apabila telah disusun, akan tetapi bukan merupakan satu kekakuan didalam pelaksanaan. Nilai-nilai harus diperhatikan. Deadline yang biasa kita terapkan secara disiplin di dunia kampus, kadang tidak mempan didalam kehidupan.
Saya tidak mengbenarkan pengingkaran terhadap jadwal yang telah kita buat sendiri. Akan tetapi ketika akan kita sampaikan, kadang harus melihat realita yang terjadi. Pelajaran penting lainnya dari mahasiswa yang terjun di masyarakat adalah kemampuan membaca situasi. Kadang responden atau objek program belum tentu siap dengan apa yang akan kita sampaikan. Kesalahan waktu penyampaian dikhawatirkan merusak image kita didepan objek program. Kesalahan tersebut sangat dikhawatirkan akan menyebabkan keenganan dan sikap menghindar dari calon peserta /objek program.

Kebijakan dan dunia nyata
Kasus tersebut didunia nyata kadang terjadi. Pembuat kebijakan dengan gagah dan penuh analisi menentukan program bagi masyarakat. Riset dilakukan dengan baik ataupun berdasarkan pesanan. Kebijakan-kebijakan pemerintah dengan segala alasan yang luar biasa dan ekspektasi yang hebat kadang mentah apabila telah turun di masyarakat. Pembuat kebijakan merupakan orang pintar bahkan cerdas. Akan tetapi pembuat kebijakan kadang terlalu kaku dengan patron ataupun aturan-aturan yang dibuatnya sendiri. Hal tersebut yang menyebabkan mereka kadang lupa mengkaji aspek psikologis.

Studi kasus tersebut dapat kita lihat pada pelaksanaan Raskin (beras miskin) dan Ujian Nasional (UN) di Indonesia . Dua kebijakan tersebut dibuat dengan mekanisme yang luar biasa bagus dan memiliki tujuan mulia. Raskin diupayakan untuk diberikan kepada masyarakat miskin dengan tepat sasaran guna menjamin akses terhadap pangan. Ujian Nasional merupakan kebijakan Pemerintah didalam meningkatkan standar pendidikan masyarakat.

RASKIN
Beras miskin adalah beras yang diperuntukan untuk masyarakat miskin yang dikeluarkan pemerintah guna menjamin ketahanan pangan masyarakat kurang beruntung. Pemerintah dengan kebijakannya bermaksud baik dengan menyebar dihampir seluruh desa dan kota di seluruh Indonesia. Dari beberapa sumber dikatakan bahwa harga yang tetapkan sebesar Rp 1.600,00 dengan ketentuan setiap kepala keluarga diberikan sebesar 20 kilogram. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah yang terjadi di masyarakat.
Masalah pertama adalah adanya peningkatan harga beras ketika sampai di tangan masyarakat miskin tersebut. Harga kadang jauh dari patokan yang ditentukan dan tidak didistribusikan seperti seharusnya. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang belum memikirkan sampai di akar masyarakat.
Peningkatan harga bila dicermati disebabkan oleh dua hal. Hal pertama adalah pemerintah tidak menjamin biaya distribusi hingga di keluarga miskin. Pemerintah hanya member biaya distribusi hingga kantor kecamatan di masing-masing daerah. Padahal apabila kita lihat lagi, beras tersebut perlu redistribusi ke tingkat desa hinga rumah tangga. Perlu biaya lagi yang terdiri dari transportasi yaitu biaya kendaraan maupun buruh angkut. Sejauh ini belum ada perhatian pemerintah akan hal tersebut. Penyebab kedua adalah moral hazard dari pelaksana di akar rumput akibat hal pertama yang tidak terpenuhi. Tidak adanya biaya distribusi mengakibatkan aparat desa mampu dengan sewenang- wenang menentukan harga yang memberatkan dengan alibi tidak adanya biaya pendistribusian. Hal tersebut yang mengakibatkan terjadinya penyelewengan.

Selain itu, hak warga miskin untuk memperoleh Raskin sebanyak 20 kilogram kadang tidak bisa dilakukan. Hal ini tidak hanya disebabkan penyelewengan yang terjadi, melainkan realita yang ada. Pendistribusian Raskin yang tidak menentu menyebabkan keluarga yang berhak tidak mampu membeli sebanyak seharusnya. Kadang masyarakat hanya mampu 5 kilogram yang jauh dari haknya sebesar 20 kilogram. Disamping itu, aparat pemerintah desa harus secepatnya menjual guna mampu membayar raskin yang didistribusikan. Hal tersebut yang menyebabkan penjualan dilakukan kesiapa saja bahkan ke pihak yang tidak berhak. Terdapat banyak koreksi yang harus menjadi evaluasi kedepan. Masalah kualitas, mekanisme dan penyelewengan lainnya terlalu banyak dan harus segera ditinjau.

Ujian Nasional (UN)
Ujian nasional yang dilakukan di seluruh Indonesia merupakan salah satu terobosan didalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sesuai dengan fitrahnya bahwa kenaikan tingkatan harus dibarengi dengan satu bentuk ujian. Ujian diharapkan mampu menjadi salah satu bentuk evaluasi didalam meningkatkan kualitas yang diharapkan. Sayang sekali, di negara ini ujian nasional merupakan mimpi buruk yang kadang meninggalkan trauma bagi sebagian siswa di Indonesia.
Standarisasi yang ingin pemerintah lakukan di seluruh Indonesia sejauh ini belum dapat dilakukan. Indonesia dengan jumlah sekitar 17.000 pulau belum mampu memberikan kualitas pendidikan dengan standar yang sama diseluruh pelosok negeri. Tidak adil apabila kita meratakan standar kelulusan diantara siswa yang belajar di Jakarta dengan siswa yang berangkat kesekolah tanpa alas kaki di salah satu pulau terluar Indonesia. Satu bentuk kebodohan apabila kita melakukan standar yang sama dengan siswa di kota besar yang akrab dengan akses informasi melalui internet dengan siswa yang bersekolah di pulau yang bisa diakses dengan kapal boat selama 7 jam.

Efek kebijakan yang baik namun tidak tepat tersebut memberikan dampak yang sistemik bagi kementalan sebagian besar masyarakat Indonesia. Beberapa waktu lalu kita melihat pengusiran pengungkap contek masal di Jawa timur. Salah satu bentuk kejujuran dicoba diredam guna kepentingan sesaat oleh sebagian besar masyarakat. Kecurangan yang tentu tidak terpuji dibiarkan dan dianggap biasa guna meluluskan sebagian besar lainnya. Kasus contek atau kebocoran soal telah mejadi rahasia umum. Ujian nasional pada akhirnya mengajarkan sikap siswa yang ingin memperoleh hal instan tanpa berusaha lebih baik ataupun sikap menghalalkan segala cara. Tidak salah bahwa di masa depan bangsa ini akan dipimpin oleh koruptor-koruptor cilik lainnya.

Kebijakan pemerintah pada intinya bertujuan untuk mengsejahterakan masyarakat. Tidak bisa kita tampikan kebaikan pemerintah didalam penentuan kebijakannya. Apabila kita melihat dari fitrah kebijakan, kebijakan merupakan sebuah perubahan. Dan didalam hukumnya, sebuah perubahan akan menghasilkan pihak yang dirugikan dari perubahan tersebut. Yang harus dilakukan pemerintah adalah menekan kerugian yang terjadi dengan meningkatkan benefit bagi masyarakat luas.
Pelajaran yang bisa kita petik adalah sehebat apapun teori yang kita siapkan akan tidak selalu sesuai dengan kenyataan dilapangan. Kecermatan berpikir dan perpaduan dengan kondisi lapangan yang meliputi nilai-nilai dimasyarakat harus dipadukan. Asumsi bisa dibangun dengan fondasi kenyataan dilapangan, bukan merupakan ekspektasi semata. Semoga bermanfaat.

Rabu, 06 Juli 2011

Teduh tatapmu


Teringat akan terakhir kau tinggalkan senyuman.
Senyuman indah penguat hati
Teduhnya matamu.
Lembutnya sentuhmu.
Dan hangatnya perlindunganmu.

Dengan kuat, kau berikan harapan padaku.
Jalan panjang yang kita langkah bersama, memberikan jaminan akan cinta dan kasih.
Memang benar yang kau katakan.
Jalan ini tidak selalu lurus dan mulus.
Kadang tandus ataupun hambatan arus.

Saat kau angkat diriku, kaulah semangat bagiku.
Saat kau pelukku, saat itu kau sungguh berarti bagiku.

Teduh matamu memancarkan arti hidup didalam setiap arah.
Memang semua terasa merah.
Mimpi yang kau tanamkan adalah jangkauan yang tidak mudah.
Namun tatapanmu, teduh memberikan harapan.

Dalam mimpiku.
Kau genggam tangan ini.
Tidak ada yang tidak mungkin arti dari tatapmu.
Semua akan berlalu arti dari pelukmu.
Dan akan kuraih arti dari harapmu.




Mengenang 16 Tahun kepergianmu

Jumat, 01 Juli 2011

Aku adalah Layangan



Aku adalah layang-layang yang terbawa angin timur. Terbang melebarkan cengkraman mimpi dan takdir. Teringat kata kepala suku dari lembah Andromeda, bahwa layang-layang terbang bukan karena mengikuti arus melainkan melawan arus.

Terbang-terbang biarkan mimpi ini menggapai langit dengan penjagaan Tuhan. Biarkan lelah ini menghampiri, biarkan aku berlari hingga lelah ini lelah menghampiri. Karena kita tanpa mimpi, bagaikan layang-layang tanpa tali. Mungkin akan terbang tinggi, tapi yang pasti akan jatuh ,tersungkur, terinjak, dan terbuang.

Aku menikmati saat melayang. Terombang-ambing, dan kita dapat melesat bila memiliki keinginan. Melayang bagaikan mampu mengunjungi seluruh penjuru dunia. Menggapai cita dan tentu cinta. Namun teringat kata dari penjaga pintu bukit Andara, bahwa janganlah terbang terlalu tinggi karena akan pedih saat tak menemukan angin dan jatuh. Aku tak peduli, karena aku adalah layang.

Terbang-terbanglah tinggi sehingga tak mampu melihat pijakan lagi. Biarlah letih ini merajai, biarlah aku terbang tinggi hingga letih ini enggan mengikuti. Karena kita tanpa cita dan cinta, bagaikan layang tanpa ambisi. Mungin bisa terbang namun jangan harap akan tinggi. bisa pula tinggi, namun tak akan menggapai mentari.


Catatan Gladikarya (Serie 5)


GLADIKARYA
Hari ke lima
IDENTIFIKASI GAPOKTAN JAMUR TIRAM KERTAWANGI


Gapoktan Jamur tiram Kertawangi yang di pimpin Bapak Ajang Taryana berdiri pada 9 April 2011 dengan jumlah anggota 15 kelompok petani jamur. Usia yang sangat muda, mengingat usaha jamur tiram sendiri telah ada di Desa Kertawangi sejak medio 80-an. Pelakasanaan organisasi berupa administrasi dan manajemen belum mampu bekerja secara maksimal, bahkan disebutkan oleh pak Ajang bahwa belum ada agenda dan program yang dimiliki oleh Gapoktan Jamur Kertawangi.

Menjadi menarik bila kita melihat tren Gapoktan di tengah masyarakat. Gapoktan yang tertulis pada peraturan Kementrian Pertanian menyatakan bahwa setiap desa secara legal memiliki hanya satu gabungan kelompok tani. Gapoktan tersebut membawahi kelompok tani yang pembentukannya bisa berdasarkan geografis, metode tertentu, ataupun komoditas. Bisa diambil kesimpulan bahwa Gapoktan merupakan induk dari berbagai macam kelompok tani yang tidak harus sejenis. Namun keadaannya berbeda dilapangan, gabungan kelompok tani bermunculan sejak tahun 2008. Gapoktan berdiri berdasarkan komoditas-komoditas tertentu. Perlu dilihat lagi, apakah pembentukan kelompok berpengaruh terhadap efektifitas kelembagaan pertanian ditingkat desa.

Keberadaan Gapoktan menurut Pak Ade (Koordinator PPL Kecamatan Cisarua) sangat membantu didalam mengkoordinasikan kebijakan ataupun bimbingan teknis di tengah masyarakat tani. Dengan adanya Leader didalam komunitasnya membantu didalam menyebarkan informasi kepada masyarakat. Pada akhirnya, gapoktan sangat membantu para penyuluh yang bertugas.

Gapoktan sejatinya harus mampu menjadi lembaga sosial masyarakat tani. Selain itu, perkembangannya di harapkan mampu menjadi lembaga sosial ekonomi. Kegiatan yang diharapkan tidak hanya menjadi sarana pemerintah didalam menyalurkan bantuan ataupun pengarahan teknis, melainkan menjadi lembaga ekonomi yang mandiri. Gapoktan harus menjadi kekuatan ekonomi pedesaan dan memiliki posisi tawar.

Gapoktan mampu menjadi lembaga yang mandiri apabila mampu melaksanakan prinsip dasar manajemennya dengan baik. Prinsip tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Perencanaan dapat meliputi perencanaan komoditas yang akan dibudidayakan termasuk kedalamnya waktu dan pola tanam. Pengorganisasian dapat meliputi pembagian peran anggota dengan orientasi tujuan seperti pembukaan pasar hasil panen. Pelaksanaan merliputi memotivasi anggota didalam melaksanakan tugas. Evaluasi meliputi peninjauan kembali serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan.

Selain manajemen kelembagaan, syarat penting lainnya adalah adanya leader yang memiliki jiwa entrepreneurship. Entrepreneur yang tepat didalam pengembangan gapoktan adalah jiwa co-operation entrepreneurship yang mampu memotivasi anggota, mampu berinovasi, kreatif, tidak mudah menyerah dan berlandaskan atas asas kepentingan bersama.

Gapoktan Jamur Kertawangi memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini terlihat dari jumlah anggota dan kapasitas anggota didalam memproduksi produk usahataninya. Di bidang teknologi, para petani telah memiliki informasi akan teknologi walaupun sebagian memiliki keterbatasan akan akses terhadap teknologi. Dibidang teknis, para petani sudah memiliki kemampuan yang baik didalam budidaya jamur tiram. Pada perjalannanya, kekurangan yang terlihat adalah belum mampunya bergerak secara bersama diantara para petani didalam menuju tujuan bersama. Sifat terfregmentasi antar petani menyebabkan hasil yang diharapkan kadang sangat jauh dari yang diharapkan.

Secara sepintas karakteristik petani jamur tiram di Desa kertawangi berjalan sendiri antar petani. Proses tataniaga menggantungkan diri kepada pengumpul sehingga harga yang diperoleh kadang sangat minim. Bag log ataupun bibit menggantungkan diri kepada pemilik modal yang menjual, sedangkan apabila para petani mampu membuat sendiri akan menekan biaya produksi. Kemampuan teknis hanya berdasarkan pangalaman pribadi, sehingga ada petani yang memiliki produktivitas yang sangat tinggi namun banyak juga sebaliknya. Terakhir, tantangan utama para petani adalah menyediakan input produksi yang semakin sulit dicari. Apabila para petani dapat terorganisir dengan baik, pencarian dan pembelian input secara bersama mampu berjalan secara efisien dan efektif.

Demikian analisis Gapoktan Jamur Kertawangi yang dilakukan selama enam hari. Akan sangat menarik apabila kita memiliki waktu observasi yang lebih panjang. Silai sosial, ekonomi dan budaya akan memiliki kekuatan apabila mampu dipadukan didalam perjalannya. Gapoktan sebagai kelompok kecil akan mampu menunjukan sifatnya. Saya perkirakan kami akan menemukan hal menarik di beberapa waktu kedepan. Konflik sosial dan ekonomi ataupun kehidupan akan terbuka seiring berjalannya waktu.