Senin, 03 September 2012

Untitled


Setelah 18 tahun kepergian beliau, baru hari ini ibuku dengan gamblang menceritakan sosok beliau. Walaupun hanya beberapa kalimat, hal tersebut sungguh sangat berarti. Menginspirasi dan membawa hal positif bagi saya sebagai seorang anak beliau. Setidaknya saya tahu berasal dari mana sikap, watak, dan ciri-ciri yang ada pada diri ini.

Ayahku adalah seorang pekerja keras dalam mencapai segala tujuan hidupnya. Tidaklah pintar, namun cukup cerdas dalam menghadapi segala sesuatu. Setidaknya untuk ukuran di kampung kami dan dengan latar belakang pendidikan seadanya. Beliau juga seorang yang memiliki mimpi. Salah satu mimpi yang tidak tercapainya adalah menunaikan kewajiban ke lima seorang muslim di tanah suci mekah. Segi perawakan dan watak, ibuku mengatakan bahwa saya adalah pencerminan nyata dari sosok beliau.

Ayahku adalah orang yang selalu sigap dalam menghadapi sebuah pekerjaan. Tidak pernah mengatakan kata "tidak" sebelum mencoba dalam mendapat sebuah pekerjaan. Disiplin dan selalu bersemangat adalah salah satu ciri dari sosok beliau pesan ibuku. Ayahku adalah seorang pemborong, tukang listrik, calo pembangunan vila di desa kami dan bahkan diwaktu tertentu menjadi buruh bagi kontraktor lainnya. Namun dengan begitu, beliau adalah sosok yang bertanggung jawab dalam merencanakan masa depan keluarganya.

Tidak banyak yang bisa saya ingat dari sosok beliau yang telah mengalirkan darahnya dalam tubuh ini. Ingatan ini hanya mengatakan bahwa beliau sangat tegas, tidak mengenal menyerah, disiplin, dan perencana yang baik bagi masa depan anaknya. Terbatas ingatan akan beliau, karena harus meninggalkan kami selamanya sebelum saya puas merasakan bimbingan beliau. Sungguh, saya sangat merindukan sosok beliau.

Aku rindu pelukmu yang dulu
Pelukmu yang dingin ataupun pelukmu yang tidak pernah ku rasakan
Namun arahmu
Menentukan jalan yang telah ditentukan

Aku rindu bimbinganmu
Bimbingan yang tidak kau selesaikan ataupun bimbingan semu
Namun tekadmu
Memberikan arah yang selalu ku ikuti


Dinginnya pelukmu mengajarkan ketabahan
Bimbinganmu menunjukan ketabahan
Untukmu ayah
Yang selalu ku rindukan

Kamis, 16 Agustus 2012

Indonesia di usia senja

Besok tepat 67 tahun yang lalu, di hari jumat di bulan Ramadhan. Ikrar janji suci diucapkan oleh dua proklamator untuk membangun sebuah negara dan bangsa. Indonesia namanya. Makmur negaranya, dan melimpah sumberdayanya. Tujuan mulia untuk menjadi negara yang berdikari dalam ekonomi.

Sudah 67 tahun janji tersebut terucap. Tentu dengan usia tersebut telah beranak cucu bila dibandingkan dengan manusia. Pastinya telah dewasa dan mengerti akan pahit dan asamnya hidup. Berkecukupan dalam pengalaman. Sudah ada 5 presiden yang memimpin. Tentunya sejarah telah memberi pembelajaran.

Akan tetapi, kita semakin jauh dari titik awal tujuan berdirinya negara ini. Hampir hilang makna dari bangsa ini. Kita telah berbeda-beda warna. Ada merah, biru, kuning, ungu, ataupun hijau sehingga kita tak pernah bernaung dalam warna yang sama yaitu merah putih.

Permainan elit wakil kita semakin tidak wajar. Dimulai dengan pembangunan pagar bernilai milyaran yang menjadi pembatas rakyat terhadap wakilnya, kursi dengan nilai Rp 23 juta per unit, dan rencana pembangunan gedung baru yang dipaksakan dengan nilai trilyunan namun pembanguan gedung KPK malah dihalangi.

Eksekutif tentu tidak mau kalah buasnya. Korupsi wisma atlet, builout bank century, korupsi pengadaan yang merata hampir di setiap kementrian hingga di tingkat kecamatan. Tidak kalah gilanya ketika kitab suci pun menjadi objek pengemplangan uang rakyat.
Semoga keajaiban Ramadhan menjawab kami yang tertindas. Waktu mungkin tidak bisa terulang, namun masih ada harapan.

"Ya Allah, ampunilah dosa kami dan berikan kebenaran menunjukan titah Mu ya Rob. Kami yang berjalan menyusuri hutan untuk pendidikan. Kami yang tidur berselimutkan alam dan beratap bintang. Kami yang tidak tahu apakah besok masih bisa makan. kami yang tertindas, namun akan selalu memiliki harapan".

Bogor, 16 Agustus 2012 pukul 23.30 WIB

Rabu, 09 Mei 2012

Sudut lain tentang Agribisnis

Pada tanggal 9 Mei 2012, saya membaca sebuah buku dari acara ulang tahun pernikahan emas dari tokoh pertanian Indonesia yaitu Prof Sjarifudin Baharsjah dan Prof Justika Baharsjah. Buku tersebut berjudul “Coretan Tinta 50 Tahun”. Buku tersebut tidak dijual bebas, oleh karena itu,melalui tulisan ini saya mencoba berbagi informasi yang mungkin tidak diketahui banyak orang.

Prof Sjarifudin Baharsjah dan Prof Justika Baharsjah merupakan suami-istri yang telah menjabat menjadi mentri. Bahkan Prof Justika Baharsyah pernah mengemban menjadi mentri pertanian dan menti sosial. Sedangkan Prof Sjarifudin merupakan mantan mentri pertanian. Prof Sjarifudin merupakan dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian IPB, sedangkan Prof Justika merupakan dosen di Departemen Agronomi IPB.
Hal menarik tentang agribisnis terdapat pada halaman 111 di Bab Gaudeamus Igitur.. Viva Professore yaitu pada sub bab Prof.Dr.Ir.Tb.Bachtiar Rifai.

Kutipannya sebagai berikut :

“Prof.Dr.Ir.Tb.Bachtiar Rifai adalah pionir ilmu ekonomi pertanian di Indonesia, khususnya tentang ekonomi skala sangat kecil para petani kita. Ada ajaran yang ditanamkan yaitu bahwa para petani dilahannya yang sangat sempit bukan Cuma produsen hasil pertanian tetapi seorang entrepreneur yang mengolah sumberdaya yang ada padanya dan pada keluarganya sehingga diperoleh pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Untuk menggambarkan itu beliau menciptakan istilah usahatani dan beliau sangat keras berpendirian bahwa kata itu harus ditulis sebagai satu kata yang utuh, bukan usaha tani! Kenangan kepada Prof Bachtiar Rifai masih kuat sampai kini. Ketika para ahli ekonomi pertanian, termasuk Sjarifudin diundang oleh pengurus Perhimpunan Ekonomi Pertanian (PERHEPI) periode 2011-2015 ingatan kepada Prof Bachtiar Rifai sangat bergema karena yang menjadi topik pembicaraan adalah tentang profesi Ekonomi Pertanian yang harus tetap relevan dengan perkembangan yang terakhir khususnya dengan makin dikenal dan tenarnya Agribisnis. Sebenarnya istilah agribisnis dimulai di Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Ekonomi Pertanian IPB yaitu oleh dua orang murid utama Prof. Bachtiar Rifai yaitu Prof IB Teken dan Prof.A.Soeharjo.

Syarifudin sendiri adalah penganut dari pentingnya agribisnis yang mencakup usaha niaga petani hulu hingga hilir termasuk pemasaran dan pengolahan hasil pertaniannya. Tanpa melihat usaha niaga petani itu secara lengkap akan sulit dicapai penghasilan yang optimal oleh petani. Untuk itu sejak awal bertugas sebagai Mentri Pertanian, Sjarifudin pada tahun 1993 mendirikan suatu Badan setingkat eselon satu di Departemen Pertanian untuk mengurus pengembangan agribisnis. Sementara itu Prof. Bungaran Saragih dalam kuliah-kuliahnya di Fakultas Pertanian sangat berhasil mengembangkan tentang pentingngnya agribisnis.

Yang memprihatinkan adalah bahwa Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) dari Kementrian Pendidikan Nasional mengeluarkan peraturan bahwa Fakultas Pertanian hanya mencakup 2 jurusan yaitu Agroteknologi dan Jurusan Agribisnis. Akibatnya adalah Bidang Ekonomi Pertanian yang semula bernaung dibawah jurusan Sosial Ekonomi tidak lagi muncul. Barangkali peraturan DIKTI itu mencoba membendung makin turunnya minat lulusan SMA untuk medaftar di Fakultas Pertanian.

Kekuatiran PERHEPI adalah bahwa jangan-jangan telah terjadi kesalahan penafsiran yang kurang tepat mengenai pendidikan yang seharusnya menunjang agribisnis. Terhapusnya perkuliahan bidang Ekonomi Pertanian bisa jadi memberi pengertian yang keliru seolah-olah bidang agribisnis bisa ditekuni tanpa pengertian mendasar tentang ekonomi dan keterpihakan kepada petani, dua hal yang mencirikan ekonomi pertanian. Pertemuan bahkan sampai pada urgensi untuk mempertimbangkan nama dari perhimpunan. Beberapa calon nama diajukan: Perhimpunan Agribisnis Indonesia, Perhimpunan Agribis Ekonomi Pertanian. Areif Daryanto mengingatkan Sjarifudin pada keributan pada awal pembentukan PERHEPI, apakah hanya untuk menghimpun sarjana pertanian yang belajar ekonomi pertanian atau juga mengikut sertakan sarjana ekonomi yang sempat belajar tentang pertanian. Saking Jengkelnya Sjarifudin yang keketika itu masih muda mengusulkan alternatif yaitu Persatuan Sarjana Ekonomi Pertanian, disingkat PERSETAN. Tentu usul itu ditolak, bukan saja karena singaktannya tidak merdu tapi juga karena tidak dikenal Sarjana Ekonomi Pertanian.

Geli juga bahwa pada masa itu masalah nama perhimpunan masih juga diperdebatkan. Sjarifudin menjadi rindu kepada Prof Bachtiar Rifai yang bukan saja piawai dalam berdebat tetapi selalu dapat mengusulkan singkatan yang bagus. Sjarifudin sendiri merasa mengapa tidak dikembangkan saja istilah USAHATANI yang diciptakan Prof. Bachtiar Rifai menjadi USAHANIAGATANI untuk memperterjemahkan agribisnis. Barangkali dalam hal ini khusus tentang Prof. Bachtiar Rifai bisa dikatakan : Old soldier never die, they just fade away......."