Selasa, 28 Juni 2011

Catatan Gladikarya (Serie 2)


GLADIKARYA
Hari Kedua
Hari kedua bertepatan dengan Selasa 28 Juni 2011, Gladikarya di desa Kertawangi Cisarua Bandung diawali seperti biasanya. Kedinginan di pagi hari dan berpindah dari satu masjid ke masjid lainnya mencari peradaban. Dari Geografisnya, wajar suhu di desa ini semakin dingin apabila diguyur hujan pada malam harinya. Desa ini di kelilingi oleh gunung yang berdiri dengan perkasa. Angin lembah sangat terasa saat dipagi hari.

Perjalanan hari kedua kami fokuskan dalam observasi bakal dari LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat) dan bertemu Tomas (tokoh Masyarakat) desa Kertawangi. Seperti biasa, kami memulai perjalanan pukul 09.00 dari rumah. Naik dan turun gunung seperti biasa menjadi kewajiban kami untuk akses ke dunia luar.

Pelajaran-pelajaran banyak kami temukan dari kegiatan Gladikarya. Memang belum dapat kita simpulkan secara general dari perjalanan kami selama dua hari ini. Terlalu dini mungkin, karena ada kasus teman-teman Gladikarya dimana teman-teman merasa di “tipu” dengan membayar sesuatu dengan harga tidak wajar. Akan tetapi selama perjalanan ini, kelompok kami melihat kesehajaan masyarakat desa dengan segala kesederhanaanya. Kebaikan pemiliki rumah, kami rasakan masih seperti hari pertama. Sejauh ini sangat nyaman.

Perjalanan pertama yang dituju adalah rumah Pak agus, salah satu pengurus yayasan pesantren yang tidak sengaja kami temui. Perjalanan ini untuk mengidentifikasi potensi yang di miliki dalam perancangan LM3. Pada saat tepat didepan rumahnya, ternyata kami sudah di tunggu. Selanjutnya kami pergi ke pesantren dengan menggunakan mobil pak Agus.

Di Pesantren kami bertemu dengan Abi yang merupakan kyai di pesantren tersebut. Ternyata pesantren tersebut merupakan pesantren anak yatim dan duafa yang melaksanakan operasionalnya dari kemampuan bertani dan sumbangan donatur. Selain itu, pondok pesantren tersebut sedang merintis pembangunan agrowisata yang berlandaskan nilai-nilai islami. Kekonsistenan pengurus yayasan didalam mencerdaskan anak bangsa dengan kemampuan ekonomi terbatas dengan mencaoba mandiri dapat menjadi contoh. Abi beserta pengurus lainnya saat ini menghidupi dan mendidik sekitar 160 siswa. Tidak hanya siswa yang normal didalam mental, bahkan terdapat siswa yang membutuhkan perhatian khusus (autis).

Perjalanan kedua kami adalah niat kunjungan di Cibadak untuk berkunjung ke rumah Pak Ajang yang merupakan Ketua Gapoktan Jamur di desa Kertawangi. Didalam perjalananannya, kami sempat “menepi” di pengumpul jamur tiram. Pengumul atau lebih dikenal dengan tengkulak mendistribusikan jamur tiram tersebut dari petani jamur tiram ke pasar yang terletak di Bandung dan beberapa kota lainnya. Tengkulak mungkin memiliki konotasi negatif didalam benak sebagian besar masyarakat Indonesia. Akan tetapi, apabila kita kaji lebih jauh tidak semua hal tersebut dapat kita generalkan karena pada kasus tertentu tengkulak bahkan menjadi solusi. Solusi berupa penyedia modal kerja bagi petani ataupun bantuan lainnya. Dalam kasus tertentu, kita tidak bisa menyalahkan seluruhnya para tengkulak. Perlu dikaji lebih jauh mengenai dampak negative tengkulak di suatu tempat.

Persinggahan terakhir dilakukan tanpa rencana. Setelah berjalan sekitar 10 menit, kami menemukan P4S di desa tersebut. Kami singgah dan ternyata merupakan rumah dari Bapak Juhiah. Pak Juhiah merupakan salah satu orang yang membawa jamur tiram ke Kecamatan Cisarua. Beliau pun merupakan salah satu pendiri Kelompok Tania Nelayan Andalan (KTNA). Pensiunan polisi ini mengabdikan diri dalam pembangunan pertanian. Waktunya dihabiskan untuk berkeliling Indonesia dalam meberi pengarahan bagi anggota KTNA di seluruh Indonesia.

Kunjungan mendadak tersebut diterima oleh istri beliau, yaitu ibu Hj Neneng. Bu Neneng menjelaskan keadaan jamur di Kertawangi, terutama mengenai kegiatan pengolahan jamur yang dikelola oleh ibu-ibu PKK. Beliau mau membantu kami dalam pelaksanaan Gladikarya bila berhubungan dengan anggota PKK. Sayang Sekali pertemuan hari ini tdak mempertemukan kami dengan Pak Juhiah. Beliau sedang dalam keadaan kurang sehat yang merupakan dampak perjalanan beliau diwaktu yang lalu ke Kalimantan Timur. Diakhir kunjungan, kami memutuskan untuk pergi ke Pasar. Bu Neneng menawarkan tumpangan hingga pasar.

Setelah berbelanja kebutuhan selama Gladikarya, kami memutuskan kembali ke rumah pak karna. Siang hari dihabiskan untuk beristirahat. Sedangkan sore hari dihabiskan untuk berkunjung ke Kota Bandung. Malam hari saya habiskan bertemu teman saat SMP, yaitu Yoga. Kami menghabiskan malam di Seven Café Setiabudi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar