Senin, 27 Juni 2011

Catatan Gladikarya (seri 1)




GLADIKARYA
Hari Pertama

Hari pertama Gladikarya di Desa Kertawangi Cisarua Bandung Barat bertepatan dengan Senin 27 Juni 2011. Hari pertama didalam merangkai program pengabdian kami didesa tersebut. Kami yang terdiri dari lima orang yaitu TB sebagai ketua program, Saya, Nuniek, Arifah, dan Rara mencoba memulai dengan bersilaturahmi di Kecamatan Cisarua, desa kertawangi, RW, hingga Tingkat RT. Sosialisai dengan masyarakat merupakan langkah awal dari program kami. Orientasi meliputi perkenalan tokoh, komoditas dan kebutuhan.

Sebenarnya saya ingin menceritakan dari mulai kami melaksanakan perjalanan dari Bogor menuju Bandung. Perjalanan yang seru, menyenangkan, menegangkan dan memberikan pelajaran yang berharga. Akan tetapi, guna menjaga nama dan melupakan kejadian, maka perjalanan menuju Bandung kita hapuskan.

Perjalanan hari ini dimulai dengan mengantar Adnan yang menginap di desa kami. Kesempatan ini saya gunakan untuk mencari sarapan. Di sekitar Biofarma kami menemukan nasi uduk yang lumayan murah. Lima bungkus dan gorengan dibungkus. Sarapan kita bantai dengan sadisnya.
Tanpa kami sadari, sarapan telah menyita waktu. Janji untuk sampai ke kecamatan Cisarua pukul 09.00 wib sulit dipenuhi karena pukul 08.30 wib masih di rumah Bapak Karna. Oh ia, perkenalkan pemilik rumah yang kami tempati milik Pak Karna di dusun Cibolang Desa Kertawangi. Perjalanan akhirnya dimulai pukul 08.40 wib.

Perjalanan yang berjarak sekitar 1,5 km diperkirakan memakan waktu 30 menit. Medan yang kami lewati terjal dan menurun-menanjak. Keringat, cape, dan diiringi angin dan hujan. Hujan deras menyerang dan basah kuyup. Dan akhinya sesuai perkiraan, pukul 09.05 wib sampai di jalan besar dan menemukan kendaraan umum. Dan ternyata topi arifah hilang.

Perjalanan di kecamatan Cisarua untuk bertemu pak camat, perjalanan ke desa, dan bertemu pak RT dan RW tidak terlalu menarik untuk diceritakan. Cerita yang menarik hanya saat berfoto bersama dengan “kontingen” Cisarua lainnya. Cerita lainnya adalah “ngopi dan ngeteh” bersama Bu Narni di Kantor Desa Kertawangi. Terima kasih atas bimbingan Bu Narni dan “cicipan” kue dari Bu Yusalina,hehe. Selain itu, perjalanan yang menarik lainnya adalah pertemuan dengan Pak Agus yang memberikan pencerahan untuk menemukan LM3 (Lembaga Mandiri Yang Mengakar di Masyarat). Beliau adalah salah satu pengurus pesantren yang memiliki kegiatan dibidang agribisnis. Ini merupakan peluang didalam menjalankan program yang diamanahkan Kementrian Pertanian. Sengsara membawa hikmah, karena pertemuan disebabkan hujan yang deras telah mengarahkan untuk meneduh di rumah pak Agus.

Cerita inti di hari ini adalah strategi kami didalam menghemat uang. Dengan strategi untuk menjajaki rumah yang ditempati dan menego biaya makan, maka kami memutuskan untuk hanya membayar sewa rumah sebesar 50 persen. Dengan keadaan ini, diharapkan mampu menunjukan keterbatasan dana sehingga dapat menego biaya makan. Dan kejadian yang mengharukan terjadi.
Uang yang diserahkan kepada Pak Karna diberikan langsung dan hanya kepada beliau pada pukul 15.00 wib. Beliau menerima dan negosiasi makan akan dilakukan langsung ke Bu Karna. Miscommunication terjadi karena terjadi perbedaan persepsi diantara Pak Karna dan anggota kelompok kami.

Kejadian mengharukan terjadi pukul 17.00 wib. Bu Karna yang menerima uang dari Pak Karna secara tiba-tiba memanggil kami. Kami dikumpulkan di ruang utama. Kami sangat kaget karena saat itu kami baru pulang dari dari rumah pak RT dan beristirahat di kamar masing-masing. Suasana tegang dan ruangan gelap karena menjelang magrib. Lampu dimatikan dan kami tidak tahu dimana saklarnya.
Bu Karna ternyata menyerahkan kembali uang muka yang kami berikan. Bu karna dengan ketulusan hati seorang ibu memberikan uang karena kekhawatirannya kepada kami. Beliau menduga kamu tidak memiliki uang sama sekali, bahkan untuk makan sekalipun. Dengan tetesan air mata, beliau serahkan kepada saya. Saya ambil, namun dengan penjelasan saya serahkan kembali. Nuniek memeluk Bu karna, dan Alhamdulilah beliau mau menerima kembali.

Ketulusan hati beliau merupakan salah satu contoh ketulusan hati seorang Ibu. Tanpa merasa bahwa kami hanya tamu, beliau rela untuk rugi asal beliau mampu melindungi kami yang baru satu hari tinggal dirumahnya dan dianggap seorang anak. Dari sorot mata dan kata saat menyerahkan uang, tidak terlihat keangkuhan dan hanya ketulusan. Sungguh mulia hati seorang ibu, dan bersyukurlah bagi kita yang memiliki ibu.

Saya berani mengatakan bahwa Bu karna sangat tulus adalah dari sambutan saat kami datang. Pada saat kami datang, kami disambut dengan hangat. Hangat tidak hanya sikap, namun dengan makanan yang tentunya “hangat”. Perhatian selanjutnya adalah pada malam hari ini, beliau menyediakan makanan bagi kami kembali tanpa kami minta dan harus dibayar. Sungguh, kenyamanan seperti keluarga kami rasakan bersama keluarga pak Karna.

1 komentar:

  1. like this mas.......seperti pengalaman ku bulan november tahun 2012 kemaren:)Desa cibolang memang begitu menakjubkan.Barakallah

    BalasHapus