Sabtu, 15 Januari 2011

Saya pasti golput pemilu selanjutnya.



Apabila akan dilaksanakan PEMILU saat ini, saya pastikan tingkat “GOLPUT” masyarakat akan meningkat secara drastis. Bukti tersebut dapat dilihat dari tingkat kekecewaan masyarakat yang telah sampai pada puncaknya. Wakil rakyat tidak bertelinga, pemerintah belum bisa mewujudkan harapan dan hanya memberikan mimpi indah yang sangat jauh dari rill kehidupan. Bila selalu seperti ini, saya pasti golput di pemilu selanjutnya.
Informasi dari media masa yang dapat dipertanggungjawabkan, wakil rakyat hanya memilih memprioritaskan kepentingan pribadinya dibandingkan masyarakat. Mereka lebih ribut mempermasalahkan bahwa pembangunan gedung baru tidak bisa dibatalkan karena telah masuk APBN perubahan 2010 (kompas, 15/01), dibandingkan dengan menyuarakan kepentingan rakyat. Mereka lupa bahwa masih ada 100 juta masyarakat Indonesia dengan pendapatan dibawah 2 dolar per hari (ukuran batas kemiskinan). Ketika inflasi pangan telah mencapai 15 persen pada awal tahun 2011,ketua DPR lebih tertarik membicarakan gedung dengan 23 lantai beserta fasilitas kolam renangnya.
Pemerintah sudah saatnya melakukan hal yang rill didalam menghadapi masalah nasional Indonesia. Presiden selama ini menerima hasil Kuantitatif yang secara singkat menunjukan perbaikan didalam kehidupan bangsa. Akan tetapi sesuatu yang kuantitatif tersebut tidak seiring dengan kenyataan kualitatif sehingga masyarakat banyak mengira bahwa penyampaian pemerintah hanya sebuah kebohongan belaka. Hal tersebut dibuktikan pernyataan dari tokoh lintas agama yang jauh dari kepentingan politik bahwa pemerintah yang digawangi presiden dan para mentri menyampaiakan setidaknya 18 belas kebohongan. Tentu saja pemerintah harus menindaklanjuti masukan yang akan bermanfaat bagi kemajuan bangsa tersebut.
Pemerintah sebenarnya tidak 100 persen melakukan kebohongan tersebut. Sebagai contoh, data ekonomi secara kuantitatif dan agregat menunjukan kemajuan yang menggembirakan. PDB Indonesia telah mencapai Rp 6.900 Triliun dan masuk kedalam 20 negara dengan PDB terbesar di dunia. Inflasi hanya berkisar pada 5-6 persen. Pendapatan per kapita masyarakat telah mencapai $ 3000 dolar dan dapat dianggap sebagai negara yang memiliki kesejahteraan. Data tersebut dilaporkan oleh mentri kepada presidennya. Tentu Presiden akan bangga terhadap kemajuan ekonomi yang sangat signifikan tersebut.
Data tersebut membuktikan bahwa pemerintah telah berhasil, apabila kita buta dan tuli tidak melihat kualitatif kehidupan bangsa Indonesia. Hal pertama adalah apakah benar pendapatan masyarakat Indonesia telah $ 3000 dolar perkapita atau Rp 27 juta per tahun, sedangkan informasi rill secara statistik menunjukan bahwa ada 100 juta masyarakat dengan pendapatan dibawah $ 2 per hari (andi Suruji,2011). Di negeri ini banyak orang yang sangat kaya, tapi sangat banyak masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dan segala problema hidupnya. Kedua adalah bahwa secara agregat inflasi Indonesia hanya berkisar pada 6,5 persen. Secara angka, infasi yang ada merupakan angka yang baik di masa beberapa negara lain mengalami resesi. Akan tetapi dengan sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih bergulat dalam pemenuhan kebutuhan pokok, inflasi yang terjadi telah membuat masyarakat berpikir untuk mengakhiri hidupnya denga bunuh diri. Inflasi pada pangan terlalu tinggi untuk disepelekan. Harga pangan secara keseluruhan telah mencapai inflasi 15,6 persen. Per komoditi, beras kualitas rendah telah naik sebesar 30,1 persen, gula mencapai 9,3 persen, minyak goring curah mencapai 28,6 persen, bawang merah 63,9 persen, dan paling spektakuler adalah cabai rawit 140,1 persen (kompas 15/01). Fakta ketiga yang paling menarik adalah pernyataan bahwa hutang Indonesia telah mengalami penurunan secara signifikan. Benar bahwa persentase hutang Indonesia telah turun signifikan dari 57 persen terhadap PDB pada tahun 2004, menjadi 27 persen pada 2010. Akan tetapi, secara nominal hutang Indonesia pada 2004 sebesar Rp 1.200 triliun meningkat menjadi Rp 1.500 triliun pada 2010. Jadi tetap bahwa hutang Indonesia meningkat, dan penurunan presentase disebabkan oleh peningkatan PDB yang dominan dikarenakan peningkatan konsumsi yang dibiayai oleh kredit.
Masyarakat pada masa ini telah cerdas dan mengetahui yang benar dan salah. Masalah sosial, ekonomi dan hukum terlunta-lunta dan hanya menjadi permainan politik di negara ini. Kasus tingginya bunuh diri, kerawanan dan kelangkaan pangan, kemiskinan, dan kasus mafia hukum “Gayus” telah membuat masyarakat jenuh dan membutuhkan perubahan. Dan jawabannya adalah kita, mahasiswa sebagai harapan perubahan tersebut.
Dengan fakta yang ada, tanpa perubahan yang berarti. Saya akan tetap golput pada pemilu berikutnya.

Rendi Seftian
Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar